Langsung ke konten utama

Life Begins at Forty..

 Alhamdulillah, itu hal pertama yang aku ucapkan ketika memasuki usia 40 tahunku. Tahun ini sengaja tak ingin menganggap pertambahan usiaku ini terlalu istimewa. Tak menunggu dispesialkan di pertambahan usiaku. Aku bahkan berusaha melupakannya. Bukan..bukan karena aku malu karena  menjadi semakin tua. Namun di pergantian awalan angka baru di usia ini, aku ingin lebih banyak bermuhasabah.

Refleksi diri sudahkah aku lebih banyak bersyukur daripada mengeluh?Apakah aku lebih banyak menghitung nikmat atau lupa diri? Bagiku tahun ini, semua itu lebih penting dari berbagai perayaan tiup lilin dan potong kue. Namun aku tetap berterima kasih untuk perhatian dan doa-doa baik dari keluarga, teman-teman dan tim aku di kantor. Sungguh semuanya membuat hatiku terasa hangat. 

Usia 40 tahun katanya menjadi ambang batas untuk menapaki tahap kehidupan selanjutnya. Kita akan mengalami banyak perubahan secara fisik maupun secara emosional. Siap atau tidak semua harus dijalani. Seperti filosofi hidup Elang, keputusan umur panjangnya dimulai di usia 40 tahun. 
 
Terima kasih Allah.. untuk empat puluh tahunnya yang menakjubkan.
Jatuh yang kemudian selalu bangun kembali. 
Sedih juga bahagia yang datang silih berganti.
Susah yang sama banyaknya dengan senangnya.
Sehat dan juga lapang rejekinya.

 Maaf Allah, kalau agak banyak mengeluhnya di tahun-tahun usia 20-30an. Ego dan idealis masih tinggi-tingginya. Keras kepala juga banyak emosinya. Kuusahakan setelah ini lebih sabar dan memahami. Sebusuk juga sebanyak apapun dosaku, tolong jangan libatkan orangtuaku Allah. Berikan kepada mereka pahala-pahala kebaikanku yang tidak banyak itu saja. Urusan dosaku yang banyak itu biarkan aku sendiri yang menanggungnya. 

 Berkahilah selalu kepadaku kesehatan dan kenikmatan beribadah kepadaMu Allah.  Berikanlah aku hidup yang bahagia hingga di surga. Rejeki yang cukup juga kelapangan hati menjalani takdir-takdir terbaik ke depan yang akan kau berikan untuk hidupku. 

Bila masih Engkau perkenankan, berilah aku kesempatan menjalani ibadah terpanjangmu disisa umurku. Jodohkan aku dengan suami yang takut akan Engkau,  yang mencintaiku awal hingga akhir. b Anugerahilah aku, anak-anak yang sehat, sholeh dan sholehah sehingga bisa menjadi amal tidak terputus saat nanti aku tiada.

Namun apapun itu, aku tetap menerima baik dan buruknya Allah, Tentang banyak inginku yang belum terwujud. Engkau atur aja bagaimana baiknya Allah. Aku patuh. Apapun takdir dan rencana terbaik darimu akan kujalani sebaik-baiknya. Tapi kumohon pengertianMu, bila terkadang untuk beberapa waktu ke depan mungkin ada airmata yang jatuh, juga hati yang perih dan penuh dendam karena dilukai. Hanya untuk beberapa waktu Allah. Aku janji. Aku akan lebih banyak memaafkan ketimbang membenci. 
Amin







 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda...

....Aku dekat..Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS.Al Baqarah :186) Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kita harus repot berdoa dan dalam doa itu kita menjelaskan pada Tuhan apa yang kita mau? Bukankah Tuhan Mahatahu? Seharusnya aktivitas berdoa itu tidak perlu ada, karena tanpa kita berdoa meminta sesuatu, Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan. Sesederhana itu kan?  Seorang sahabat yang pernah saya ajak diskusi mengenai hal ini menertawakan dan mengatakan saya mungkin sudah gila karena telah mempertanyakan doa. Menurutnya mempertanyakan doa sama dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Saya mau jadi atheis, begitu tuduhnya. Seolah tak ingin saya jadi ‘tersesat’ sahabat saya itu lantas menjelaskan, doa itu cara manusia ‘bermesraan’ dengan Tuhannya. Sekaligus aktivitas yang mengingatkan manusia bahwa dia hanyalah hamba yang penuh kelemahan dan kepada Tuhan kemudian dia meminta kekuatan. Tapi ‘penasaran’ saya tentang doa tak juga...

Hidup yang mengalir saja, tanpa target manis-manis ini ternyata juga bisa menyenangkan. Tujuannya bukan lagi bahagia atau tidak bahagia. Namun bertahan sekuat-kuatnya, setenang-tenangnya.

Di setiap kehilangan aku selalu belajar hal baru.  Tentang kembali berdamai dengan hati yang patah, mencoba memaafkan  meski tetap tidak mudah dan kembali ikhlas. Poin terakhir mungkin yang paling sulit di antaranya. Bisa jadi kau memaafkannya tapi pikiranmu tidak akan bisa melupakannnya. Itu kenapa orang ikhlas berjarak sangat dekat Tuhannya yang bahkan setan saja tidak berani menggoda. Kalau Nadin Amizah merayakan perpisahan dengan sorai karena pernah bertemu.  Aku sebaliknya.  Aku memilih tidak perlu kembali menyapa bahkan untuk sekedar berbasa-basi. Tidak perlu menangisi orang yang memang ingin pergi. Tapi di kehilangan kali ini berbeda.  Aku menerima kekalahan ini dengan rasa lapang, tanpa perlu menyalahkan siapapun.  Apabila rasa sakit itu terasa, biar diri sendiri saja yang menanggungnya.  Karena sejak awal kita sendiri yang memilih arahnya, jadi kita harus siap dengan segala kondisinya. Biarkan bagian-bagian menyakitkan itu menjadi tanggungjawa...

Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan. Belajar menikmati patah setiap kali aku meletakkan harap yang besar kepada manusia, agar isi kepala tidak terlalu berisik dan semua rasa sakit mereda.

Semakin dewasa keinginan menjadi lebih sederhana nggak sih? Kalau aku ditanya perihal apa yang paling aku inginkan saat ini maka akan kujawab, aku ingin melanjutkan hidup dengan segala syukur atas apa yang telah Allah titipkan kepadaku hingga saat ini. Tidak lagi muluk. Cukup saja juga tak apa. Memiliki pekerjaan, tubuh yang sehat dan tidak berpenyakit.  Tabungan yang belum terlalu banyak namun cukup untuk mewujudkan banyak kesukaan.  Masih memiliki Ibu yang doanya paling makbul dan keluarga yang selalu ada.   Aku berusaha tidak lagi membandingkan hidupku dengan orang lain serta apa-apa yang belum kumiliki. Aku menerima semua kesedihan dan kebahagiaan yang Allah takdirkan untuk hidupku.  Lebih banyak minta dikuatkan daripada dimudahkan. Tak berhitung lagi soal berapa kali menang atau kalah.  Semua aku terima dengan bahagia dan hati yang lapang.  Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan.  Belajar menikmati patah setiap kali aku ...