Aku pernah berjanji pada diriku Untuk tidak pernah lagi menangisimu Malam itu aku kalah. Tapi jangan khawatir, hatiku sudah terlatih kok. Aku sudah terbiasa kehilangan. Aku juga sudah biasa ditinggalkan. Aku pernah jadi orang baru namun kalah dengan masa lalu, pernah jadi masa lalu tapi juga kalah dengan orang baru. Soal menang aku kalah, soal kalah aku menang. Aku yakin kau sedang berbahagia sekarang. Kulihat kau sekarang juga sering tersenyum. Dia benar-benar menjadi rumah yang nyaman untukmu ya? Teman ngobrol paling antusias untuk semua cerita dan mimpimu. Seseorang yang menjadikanmu istimewa dan tujuan dalam hidupnya. Kau tahu? Sesekali aku masih mempertanyakan? Kenapa bukan aku? Kenapa Tuhan tidak mempermudah semuanya untuk kita? Seharusnya dengan Maha BesarNya, Tuhan tidak hanya membuatmu mengejar di awal tapi juga menjaga sampai akhir? Tapi kini aku tidak lagi bertanya. Kalau ternyata bukan kamu yang menjadi akhir dari perjalananku, tidak apa-apa. Sudah kusiapkan kantung-kant
Alhamdulillah, itu hal pertama yang aku ucapkan ketika memasuki usia 40 tahunku. Tahun ini sengaja tak ingin menganggap pertambahan usiaku ini terlalu istimewa. Tak menunggu dispesialkan di pertambahan usiaku. Aku bahkan berusaha melupakannya. Bukan..bukan karena aku malu karena menjadi semakin tua. Namun di pergantian awalan angka baru di usia ini, aku ingin lebih banyak bermuhasabah. Refleksi diri sudahkah aku lebih banyak bersyukur daripada mengeluh?Apakah aku lebih banyak menghitung nikmat atau lupa diri? Bagiku tahun ini, semua itu lebih penting dari berbagai perayaan tiup lilin dan potong kue. Namun aku tetap berterima kasih untuk perhatian dan doa-doa baik dari keluarga, teman-teman dan tim aku di kantor. Sungguh semuanya membuat hatiku terasa hangat. Usia 40 tahun katanya menjadi ambang batas untuk menapaki tahap kehidupan selanjutnya. Kita akan mengalami banyak perubahan secara fisik maupun secara emosional. Siap atau tidak semua harus dijalani. Seperti filosofi hidup Elang