Langsung ke konten utama

doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda...

....Aku dekat..Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS.Al Baqarah :186)

Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kita harus repot berdoa dan dalam doa itu kita menjelaskan pada Tuhan apa yang kita mau? Bukankah Tuhan Mahatahu? Seharusnya aktivitas berdoa itu tidak perlu ada, karena tanpa kita berdoa meminta sesuatu, Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan. Sesederhana itu kan? 

Seorang sahabat yang pernah saya ajak diskusi mengenai hal ini menertawakan dan mengatakan saya mungkin sudah gila karena telah mempertanyakan doa. Menurutnya mempertanyakan doa sama dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Saya mau jadi atheis, begitu tuduhnya.



Seolah tak ingin saya jadi ‘tersesat’ sahabat saya itu lantas menjelaskan, doa itu cara manusia ‘bermesraan’ dengan Tuhannya. Sekaligus aktivitas yang mengingatkan manusia bahwa dia hanyalah hamba yang penuh kelemahan dan kepada Tuhan kemudian dia meminta kekuatan. Tapi ‘penasaran’ saya tentang doa tak juga terpuaskan. Saya pun kembali menimpali, “Kalau begitu Tuhan bukan Mahatahu dong. Tuhan hanya ingin kita tahu bahwa kita manusia dan Ia adalah Tuhan.” Sahabat saya itu kali ini tidak lagi tertawa mendengar pernyataan saya tersebut. Wajahnya dipasang serius.

“Dengerin ya, Tuhan itu memang tahu apa yang kita mau. Tapi Tuhan itu bukan Mahapemaksa, Tuhan memberi apa yang kamu, apa yang kamu minta dan yang terpenting lagi apa yang kamu butuhkan. Nah untuk membuat Tuhan tahu apa yang kamu minta itu, Tuhan menciptakan doa. Sehingga kamu berdoa meminta apa yang kamu mau,” sahabat saya itu kemudian menjelaskan dengan satu tarikan nafas, seolah tidak mengijinkan saya untuk berpikir sekaligus menginterupsi pendapatnya tersebut. 



Obrolan kami tentang doa pun berhenti sampai situ. Sahabat saya sepertinya enggan debat kusir dengan orang yang disebutnya ‘gila’ karena sempat-sempatnya mempertanyakan doa.  Meski demikian aktivitas berdoa itu tetap terus saya lakukan. Sambil tetap mencari tahu untuk apa doa kalau Tuhan itu Mahatahu. 

Sampai kemudian saya menemukan penjelasan menarik tentang doa dalam sebuah buku karya Erbe Sentanu yang berjudul Quantum Ikhlas. Dibuku setebal 216 halaman itu dijelaskan Doa menurut ilmu bahasa adalah kata benda. Artinya bahan pembuat doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda. Unsur benda pikiran dan perasaan itu pada dasarnya adalah getaran vibrasi “energi dan informasi” yang disebut quanta. Karenanya, doa sebagai salah satu bentuk benda yang tidak tampak pada intinya juga merupakan gelombang atau vibrasi.  Proses doa pun dalam buku itu kemudian dibagi menjadi tiga, MEMINTA kepada Tuhan dengan perasaan YAKIN bahwa Anda sudah MENERIMA-nya di dalam hati. Sehingga manusia perlu waspada terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan karena itu adalah doa. 

Makin rumit sepertinya saya memahami apa doa itu. Dan mengapa Tuhan menciptakan benda bernama doa tersebut. Namun meski demikian, lagi-lagi aktivitas berdoa tetap saya lakukan. Sambil sedikit demi sedikit melupakan rasa ‘penasaran’ saya tentang Doa. Sudahlah hidup saya selalu berjalan dengan baik.. ini pasti karena doa-doa baik yang terpanjat terutama dari doa Ibu saya.

Hingga kemudian dalam sebuah pengajian Maiyah, entah saya lupa tahunny,  saya kembali ‘terusik’dengan  doa. Dalam kesempatan itu Mbah Nun mengatakan doa itu jangan diartikan meminta tapi menyapa. Contohnya, lanjut Mbah Nun kalau kamu sering menyapa dan baik dengan saya, walaupun kamu tanpa meminta, kalau punya apa-apa pasti saya beri. Tetapi kalau kamu tidak pernah menyapa saya, kemudian kamu minta terus kepada saya, apa perlu saya hiraukan. Kata dasar dari doa itu adalah da’aa-yad’uu artinya menyapa. 

alam sebuah tulisannya di laman caknun.com yang berjudul Tidak Minta Apa-Apa dalam Doa, Mbah Nun kembali menegaskan tentang hal ini “Kalau Anda punya dua anak, yang satu selalu meminta dan meminta sedangkan lainnya pemalu dan hanya menerima sesuatu kalau Anda memberikannya dan amat jarang meminta sesuatu kepada Anda. Pertanyaannya: Kepada yang manakah anda lebih senang dan lega untuk memberikan sesuatu? Ya Allah, tak akan pernah lunas hutang rasa syukurku kepadaMu. Apakah menurutMu hambaMu ini pantas minta sesuatu lagi?” Kalau demikian berarti sebagai manusia seharusnya kita tak perlu berdoa meminta apa-apa, karena ternyata Tuhan memang benar Mahatau, seperti yang juga diriwayatkan Ibn Husain : “Aku telah mengadakan hubungan yang langgeng antar Aku dengan angan-angan dan harapan seluruh mahluk-Ku”Mengutip juga beberapa paragraf dalam buku Tuhan Maha Asyik karya Sujiwo Tejo dan DR. MN. Kamba, “Esensi doa sesungguhnya; bertemunya harapan yang dibarengi usaha maksimal dengan restu Tuhan—yang tak kuasa menahan diri untuk tidak merestui lantaran kerja keras sang hamba. 



Doa bukanlah daftar keinginan yang dipanjatkan ke hadapan Tuhan setiap saat. Doa yang hanya berupa daftar permintaan tidak akan pernah efektif. Upaya maksimal dan kerja keras yang memperoleh restu dan ijabah Tuhan, itulah doa yang secara representatif terekpresikan dalam susunan kalimat seperti berikut ini:

”Tuhan, aku sadar aku penuh dosa dan kekurangan, tapi jika bukan kepada-Mu, ke mana lagi aku mengadu”



Namun doa itu penting atau tidak, kita lakukan atau tidak, sebenarnya dalam hidup ini setiap saat intinya kita itu selalu berdoa. Dan doa-doa kita itu sebenarnya juga selalu dikabulkanNya. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Al Mukmin :60 “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan kuperkenankan bagimu...” 



Hidup yang kita jalani saat inilah hasil dari doa kita selama ini. Jadi ‘mungkin’ saja bila hidup Anda kurang baik saat ini berarti Anda harus memperbaiki doa Anda. 
Jadi sudahkah Anda menyapa eh.. bermesraan eh berdoa pada Tuhan hari ini?

#nostalgianulislagi #semogamenginspirasi



Surabaya Juli 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup yang mengalir saja, tanpa target manis-manis ini ternyata juga bisa menyenangkan. Tujuannya bukan lagi bahagia atau tidak bahagia. Namun bertahan sekuat-kuatnya, setenang-tenangnya.

Di setiap kehilangan aku selalu belajar hal baru.  Tentang kembali berdamai dengan hati yang patah, mencoba memaafkan  meski tetap tidak mudah dan kembali ikhlas. Poin terakhir mungkin yang paling sulit di antaranya. Bisa jadi kau memaafkannya tapi pikiranmu tidak akan bisa melupakannnya. Itu kenapa orang ikhlas berjarak sangat dekat Tuhannya yang bahkan setan saja tidak berani menggoda. Kalau Nadin Amizah merayakan perpisahan dengan sorai karena pernah bertemu.  Aku sebaliknya.  Aku memilih tidak perlu kembali menyapa bahkan untuk sekedar berbasa-basi. Tidak perlu menangisi orang yang memang ingin pergi. Tapi di kehilangan kali ini berbeda.  Aku menerima kekalahan ini dengan rasa lapang, tanpa perlu menyalahkan siapapun.  Apabila rasa sakit itu terasa, biar diri sendiri saja yang menanggungnya.  Karena sejak awal kita sendiri yang memilih arahnya, jadi kita harus siap dengan segala kondisinya. Biarkan bagian-bagian menyakitkan itu menjadi tanggungjawa...

Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan. Belajar menikmati patah setiap kali aku meletakkan harap yang besar kepada manusia, agar isi kepala tidak terlalu berisik dan semua rasa sakit mereda.

Semakin dewasa keinginan menjadi lebih sederhana nggak sih? Kalau aku ditanya perihal apa yang paling aku inginkan saat ini maka akan kujawab, aku ingin melanjutkan hidup dengan segala syukur atas apa yang telah Allah titipkan kepadaku hingga saat ini. Tidak lagi muluk. Cukup saja juga tak apa. Memiliki pekerjaan, tubuh yang sehat dan tidak berpenyakit.  Tabungan yang belum terlalu banyak namun cukup untuk mewujudkan banyak kesukaan.  Masih memiliki Ibu yang doanya paling makbul dan keluarga yang selalu ada.   Aku berusaha tidak lagi membandingkan hidupku dengan orang lain serta apa-apa yang belum kumiliki. Aku menerima semua kesedihan dan kebahagiaan yang Allah takdirkan untuk hidupku.  Lebih banyak minta dikuatkan daripada dimudahkan. Tak berhitung lagi soal berapa kali menang atau kalah.  Semua aku terima dengan bahagia dan hati yang lapang.  Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan.  Belajar menikmati patah setiap kali aku ...