Langsung ke konten utama

Belajar Ikhlas dari Zohri

Nama Lalu Muhammad Zohri sontak dikenal seantero Indonesia juga dunia. Pelari 18 tahun asal Lombok, NTB yang baru saja menjadi juara dunia atletik untuk nomor 100 M putera di Finlandia itu juga langsung viral di dunia maya. Zohri membuat nama Indonesia kembali membahana di cabang atletik sejak terakhir 1986.

Tak pelak, dari artis, menteri, anggota DPR, gubernur sampai Presiden mengelu-elukan nama pemuda sederhana yang sedang duduk di bangku SMA tersebut. Semua berlomba-lomba memberi bonus. Maaf 'seakan' ingin dibilang peduli. Padahal sebagai atlet pelatnas kabarnya dia sempat tak mampu beli sepatu lari hanya seharga Rp 500rb.

Sebelum menjadi juara dunia U 20 cabang lari 100 m pertama di Indonesia, Zohri bukan siapa-siapa. Meski ia tercatat sebagai salah satu atlet pelatnas cabang atletik Asian Games 2018 dan sering berprestasi. Nama Zohri sama sekali tak familiar. Apalagi cabang olahraga yang digelutinya bukan cabang favorit seperti sepakbola dan bulutangkis.

Itu juga yang membuat setelah dinyatakan sebagai juara dunia. Zohri seperti seorang diri. Bahkan Zohri diberi seseorang bendera Polandia yang kemudian dibalik menjadi bendera Indonesia. Miris. Mungkin karena sejak awal tim officialnya sendiri tak yakin Zohri akan jadi juara.

Ditinggal kedua orangtuanya beberapa tahun lalu. Membuat Zohri remaja terpecut semangat untuk menjadi orang sukses. Karena tak ada biaya, Zohri dikabarkan sempat berniat putus sekolah. Ia tak ingin jadi beban siapapun. Dari penuturan kakak sulungnya, Zohri memang termasuk pribadi yang tak ingin menyusahkan. Beruntung kakaknya menghentikan niat Zohri tersebut.

Bakat lari Zohri diketahui sudah ada sejak SMP. Guru olahraganya saat itu yang pertama kali melihat bakat Zohri. Keterbatasan biaya pun tak membuat Zohri mengabaikan bakatnya. Latihan tanpa bersepatu di pantai pun rela dilakoninya. Ia juga terbiasa latihan dengan berpacu dengan kuda -kuda liar di kampungnya.Cita-citanya sederhana ingin mengangkat derajat hidup keluarganya dan membangunkan mereka rumah dengan menjadi atlet berprestasi.

Saat mengikuti kejuaraan dunia U 20 di Finlandia, dan di cabang atletik yang paling favorit Zohri pun tak memasang target apa-apa. Kalau pun boleh berharap, Zohri mengatakan ia hanya ingin memperbaiki rekornya sendiri. Sebagai 'underdog' Zohri seakan tau diri.

Namun kemudian Allah melihat keridhoan Zohri. Start di lintasan 8, Zohri seperti didorong oleh kekuatan Maha Dahsyat. Yang bahkan mungkin tak disadari Zohri.

Jadi ingat perkataan Mbah Nun dalam sebuah acara maiyah, "Dalam menghadapi apapun disepanjang perjalanan hidup ini, manusia semestinya pandai-pandai menerapkan kesabaran. Kita seyogyanya memahami bahwa Tuhan hanya meminta kerja keras kita. Tuhan hanya meminta kita berusaha sungguh-sungguh untuk berubah, nanti biarkan Allah yang bekerja” Dan Zohri tahu hal itu sehingga dia tidak pernah menyerah. Kemenangannya seperti 'bom' yang tak pernah terduga.

Selamat Zohri.. ini adalah awal suksesmu. Jangan mudah puas. Teruslah rendah hati dan sederhana. Jangan pernah silau terhadap dunia. Kisahmu sangat menginspirasi. Bersinarlah terus!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda...

....Aku dekat..Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS.Al Baqarah :186) Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kita harus repot berdoa dan dalam doa itu kita menjelaskan pada Tuhan apa yang kita mau? Bukankah Tuhan Mahatahu? Seharusnya aktivitas berdoa itu tidak perlu ada, karena tanpa kita berdoa meminta sesuatu, Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan. Sesederhana itu kan?  Seorang sahabat yang pernah saya ajak diskusi mengenai hal ini menertawakan dan mengatakan saya mungkin sudah gila karena telah mempertanyakan doa. Menurutnya mempertanyakan doa sama dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Saya mau jadi atheis, begitu tuduhnya. Seolah tak ingin saya jadi ‘tersesat’ sahabat saya itu lantas menjelaskan, doa itu cara manusia ‘bermesraan’ dengan Tuhannya. Sekaligus aktivitas yang mengingatkan manusia bahwa dia hanyalah hamba yang penuh kelemahan dan kepada Tuhan kemudian dia meminta kekuatan. Tapi ‘penasaran’ saya tentang doa tak juga...

Hidup yang mengalir saja, tanpa target manis-manis ini ternyata juga bisa menyenangkan. Tujuannya bukan lagi bahagia atau tidak bahagia. Namun bertahan sekuat-kuatnya, setenang-tenangnya.

Di setiap kehilangan aku selalu belajar hal baru.  Tentang kembali berdamai dengan hati yang patah, mencoba memaafkan  meski tetap tidak mudah dan kembali ikhlas. Poin terakhir mungkin yang paling sulit di antaranya. Bisa jadi kau memaafkannya tapi pikiranmu tidak akan bisa melupakannnya. Itu kenapa orang ikhlas berjarak sangat dekat Tuhannya yang bahkan setan saja tidak berani menggoda. Kalau Nadin Amizah merayakan perpisahan dengan sorai karena pernah bertemu.  Aku sebaliknya.  Aku memilih tidak perlu kembali menyapa bahkan untuk sekedar berbasa-basi. Tidak perlu menangisi orang yang memang ingin pergi. Tapi di kehilangan kali ini berbeda.  Aku menerima kekalahan ini dengan rasa lapang, tanpa perlu menyalahkan siapapun.  Apabila rasa sakit itu terasa, biar diri sendiri saja yang menanggungnya.  Karena sejak awal kita sendiri yang memilih arahnya, jadi kita harus siap dengan segala kondisinya. Biarkan bagian-bagian menyakitkan itu menjadi tanggungjawa...

Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan. Belajar menikmati patah setiap kali aku meletakkan harap yang besar kepada manusia, agar isi kepala tidak terlalu berisik dan semua rasa sakit mereda.

Semakin dewasa keinginan menjadi lebih sederhana nggak sih? Kalau aku ditanya perihal apa yang paling aku inginkan saat ini maka akan kujawab, aku ingin melanjutkan hidup dengan segala syukur atas apa yang telah Allah titipkan kepadaku hingga saat ini. Tidak lagi muluk. Cukup saja juga tak apa. Memiliki pekerjaan, tubuh yang sehat dan tidak berpenyakit.  Tabungan yang belum terlalu banyak namun cukup untuk mewujudkan banyak kesukaan.  Masih memiliki Ibu yang doanya paling makbul dan keluarga yang selalu ada.   Aku berusaha tidak lagi membandingkan hidupku dengan orang lain serta apa-apa yang belum kumiliki. Aku menerima semua kesedihan dan kebahagiaan yang Allah takdirkan untuk hidupku.  Lebih banyak minta dikuatkan daripada dimudahkan. Tak berhitung lagi soal berapa kali menang atau kalah.  Semua aku terima dengan bahagia dan hati yang lapang.  Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan.  Belajar menikmati patah setiap kali aku ...