Seperti 'teguran' buatku, agar rajin menulis lagi. Sebuah bakat dari Tuhan yang tidak boleh disia-siakan
Setiap penulis pasti tahu bagaimana menyiasatinya. Dan caranya akan beda-beda. Begitu juga aku. Sebagai penulis aku tipe 'Kebut Semalam'. Kalau lagi On Fire dalam 2 jam bisa jadi tuh satu essay 20.000 karakter. Sebaliknya kalau nggak, biar kata nongkrong di kafe dengan pemandangan seperti di Maldives ya nggak akan jadi apa-apa.
Tuh kan?Kalau lagi 'On Fire', epilognya saja bisa sampai tiga paragraf. Padahal inti membuat tulisan ini karena keponakan aku ( Kanaya, red) dapat Juara 2 Lomba Menulis di Sekolahnya. Eh malah ngalor-ngidul nostalgila.
Ya, sebelum mengirimkan karya tulisnya ke sekolah, Kanaya sempat sharing ke aku soal tulisannya. Awalnya kupikir itu tugas bahasa biasa, ternyata dilombakan dengan penjurian yang juga sangat serius karena didukung para ahli di bidangnya. Surprise banget. Nggak ada ekspetasi apa-apa. Saat ngedit tulisan Kanaya aku juga berusaha sesederhana mungkin menggunakan diksi dan istilah-istilah. Agar tulisan itu tetap seperti tulisan awal Kanaya hanya ada beberapa editing agar tulisan lebih menarik.
Siapa sangka dapat juara dua. Padahal proses editingnya juga dari telepon seluler. Amazing bukan? Aku mungkin satu-satunya penulis yang nggak punya laptop mumpuni. Selama jadi jurnalis aku juga lebih suka mengetik melalui Blackberry atau Android.
Aneh? Banget. Meski demikian saat menjadi jurnalis dahulu naskah saya selalu menjadi pilihan utama tulisan Headlines atau cerita cover lho. Gimana kalau ngetiknya pakai macbook? Mungkin bisa dapat penghargaan sekelas Pulitzer atau Nobel Prize in Literature ya?
Nah kemenangan Kanaya ini yang aku maksud seperti 'teguran' buatku, agar rajin menulis lagi. Sebuah bakat dari Tuhan yang tidak boleh disia-siakan. Kalau dulu saat jadi jurnalis, alasan nggak produktif berkaryanya karena tiap hari bikin berita. Sekarang alasannya apa?Sibuk cari cuanlah. hahah.
Padahal menulis tuh punya banyak manfaat lho, bahkan bagi kesehatan mental berbagai bentuk menulis banyak digunakan para ahli untuk membantu menyembuhkan luka batin akibat stress dan trauma. Bahkan dibeberapa penelitian, orang yang suka menulis lebih tidak mudah pikun daripada yang tidak.
Baiklah sepertinya harus mulai dibiasakan lebih sering meluangkan waktu untuk menulis. Mungkin beberapa tahun belakangan lebih banyak stress karena jarang menulis ya?Atau saatnya beli laptop baru ya biar lebih semangat?Finally punya alasan. heheh.
Terima kasih Kanaya sudah membuat aku jadi punya alasan untuk produktif menulis lagi. Sebuah kegiatan yang dulu sempat menghidupiku serta memberiku banyak pelajaran hidup sangat berharga.
Jadi ingat nasihat luar biasa dari almarhum Eyang Pramoedya Ananta Toer "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah".
Mari kembali rajin menulis...
Komentar
Posting Komentar