Dia terlalu sulit di dekap bu, seperti lautan dalam bentuk satu tetesan. Sedekat dan sekecil apapun tidak bisa dimiliki ...
Beberapa hari ini ibu sakit. Radang tenggorokan, nafsu makannya hilang dan seperti sakit ibu selalu ingin diajak ngobrol. Tentang apa?banyak. Dan setiap sakit omongan ibu selalu melantur.
"Waktu di depan ka'bah, doa ibu yang paling lama itu tentang kamu. Dibanding 3 anak ibu lainnya. Doa ibu kepada Allah itu lebih khusyuk untukmu," pembahasan ini tiba-tiba muncul lagi,batinku.
"Kenapa gitu?"tanyaku.
"Ibu minta Allah, kamu dapat suami yang baik, rajin sholat dan bertanggungjawab untuk kamu dan anak-anak kalian nanti. Ibu juga minta sama Allah biar sehat dan panjang umur, supaya bisa menyaksikan kamu menikah. Biar kewajiban ibu lengkap." Ucap ibu lirih dan sedikit parau.
"Kenapa gitu?"tanyaku.
"Ibu minta Allah, kamu dapat suami yang baik, rajin sholat dan bertanggungjawab untuk kamu dan anak-anak kalian nanti. Ibu juga minta sama Allah biar sehat dan panjang umur, supaya bisa menyaksikan kamu menikah. Biar kewajiban ibu lengkap." Ucap ibu lirih dan sedikit parau.
"Tapi kok Allah tidak mengabulkan ya?Apa doa ibu terlalu berlebihan?"lanjut Ibu sambil menatapku.
"Belum bu. Bukan tidak dikabulkan. Bismillah secepatnya ya bu,"aku mendekat, memeluk lengan ibu untuk menenangkannya.
"Tapi aku bahagia bu.. menikah atau belum menikah." kuucapkan dengan tersenyum.
"Ibu tahu kamu bahagia. Tapi ibu lebih tenang kalau kamu ada yang menemani."
"Kan ada ibu."seruku.
"Tapi kan ibu nggak hidup selamanya."
Aku terdiam. Begitu juga ibu. Tak lama kemudian karena efek obat, ibu pun tertidur.
"Tapi kan ibu nggak hidup selamanya."
Aku terdiam. Begitu juga ibu. Tak lama kemudian karena efek obat, ibu pun tertidur.
Jujur aku paling tidak suka pembahasan tentang ini. Karena jawaban apapun tidak akan mampu melegakan hatinya. Kekhawatiran yang mungkin selalu dimiliki semua ibu ketika usianya mulai beranjak senja. Maafin ya bu, belum mampu mengabulkan apa yang ibu inginkan. Calon menantu yang juga pernah ibu doakan di depan ka'bah itu ternyata tidak memilihku. Jadi bukan doa ibu yang tidak terkabul, namun karena aku belum cukup layak untuk menjadi satu-satunya untuk sang Tuan. Dia terlalu sulit di dekap bu, seperti lautan dalam bentuk satu tetesan. Seluas dan sekecil apapun tidak bisa dimiliki hanya bisa dinikmati. Karena itu aku menyerah bu, aku ingin selamat. Aku lelah melulu hanyut dan tenggelam dalam cinta sia-sia.
Aku tak ingin mencintai orang yang bahkan sudah nyaman bersama pelukan orang lain, bu. Aku melepaskannya, karena berulangkali kumaafkan kesalahannya namun dia terus menerus mematahkan hatiku.
Nafas cadanganku sampai habis bu, seluruh tubuhku lemas, jantungku berdetak lebih kencang saat dia terakhir kali dia bilang untuk memintaku menjaga diriku baik-baik. Dia bilang tak pantas dicintai. Padahal aku tahu itu caranya pergi tanpa menjadi orang jahat. Begitu sulit rasanya untuk kembali menghadapi kehilangan.
Setelahnya, beberapa orang pun datang menawarkan hatinya padaku. Semua baik,bu. Tapi aku ingat, awalnya dulu dia juga baik.
Tidak bu, aku tak dendam. Kata ibu kan, rasa kecewa dan sakit hati tidak boleh merubahmu menjadi orang jahat.
Seperti apapun coba kujelaskan bahwa aku baik-baik saja, aku bahagia dan istiqomah dengan apapun takdir Allah, ibu akan tetap khawatir. Semoga aku dapat membahagiakan dengan hal lainnya dulu ya bu. Jangan cepat tua bu, kita harus hidup 1000 tahun, harus selalu sehat dan umur panjang. Supaya kita bisa naik haji sekeluarga bu, dengan suamiku, laki-laki yang tidak gila perempuan, juga rasa cintanya tidak pernah pudar dari awal sampai akhir, juga menantu yang sudah ibu tunggu lama.
Surabaya 20 Juli 2023
Di kamar Ibu
Komentar
Posting Komentar