Langsung ke konten utama

Jika kau tanyakan kepadaku, "Apakah cinta untukmu masih tumbuh di dalam dada?" Ya tentu. Seperti belukar yang berulangkali diterpa gerimis: ia tumbuh liar tak terkendali

Hai kamu?
Aku tahu kamu akan membaca tulisan ini yang kubuat khusus ini.
Tidak perlu bermain teka-teki karena harusnya kamu paham aku terlalu pandai untuk menerka.
Aku tahu itu kamu. Bahkan kalau kau datang dengan berbagai rupa.
Kenapa datang lagi?
Perempuan yang ada di photo profile whatsappmu itu tidak cukup menjadi rumah yang menyejukkan kah?Genggaman tangan dan pelukannya ternyata bukan yang paling menenangkan dan menguatkan?
Seharusnya kau tidak perlu merasa kosong lagi sekarang. 
Kau telah menemukan perempuan yang telah membuatmu merasakan jatuh cinta lagi. Dan menjadi yang akhirnya kau pilih.
Kenapa datang lagi?Apa aku kini menjadi orang yang terus ada di pikiranmu, menjadi kenangan yang menyakiti ingatanmu sepanjang waktu?Apa kau baru menyadari bahwa ternyata kau tidak mendapatkan aku di dalam diri siapapun. 

Namun, kau tau?aku sempat berpikir, siapa tahu kau datang lagi?
Selagi belum terlalu jauh, kupikir kesempatan untuk mundur itu akan selalu ada. 
Tapi sepertinya kamu tetap memilih maju. 
Sepertinya jalan untuk kembali kepadaku memang tidak akan pernah ada, bahkan untuk mengharapmu datang terlambat.
Aku belum sempat mengatakan terima kasih sebab tiba-tiba kau meninggalkanku sendiri di tengah-tengah harapan yang kamu bangun untukku. Kamu mengajakku berkeliling mengitari bayang masa depan. Setelah cukup kau pergi, membiarkanku tersesat dalam harapan baru yang ternyata kemudian aku tahu kamu bangun bersama perempuan lain.

Jika kau tanyakan kepadaku, "Apakah cinta untukmu masih tumbuh di dalam dada?" 
Ya tentu. Seperti belukar yang berulangkali diterpa gerimis: ia tumbuh liar tak terkendali.
Tapi bersamamu kini tidak lagi menjadi tujuanku. Perasaan menggebu-gebu itu sudah hilang. Aku tak punya rencana apa-apa mengenaimu. 
Aku pernah mencintaimu dengan cara terbaik yang aku mampu. 
Kau justru membuatnya berakhir hanya menjadi sebuah wacana.

Tapi aku tak pernah membencimu.
Aku tak punya kemampuan untuk itu.
Bahkan sebanyak apapun luka yang kau goreskan di hatiku dan membuatku babak belur hingga sempat mati rasa. Aku tetap menunggumu di antara malam-malam sunyi, membacakan doa agar kau selalu selamat setiap hari. Jika diujung perjalananmu hanyalah sakit hati, teriak saja, kau akan kucari itu juga pernah kulakukan. Kau tak akan paham bagaimana seringnya aku menyiapkan doa-doa panjang untuk Tuhan agar ia mendekatkanmu kepadaku. Tapi lagi-lagi aminmu tak juga bermuara kepadaku.Kau tak akan paham bagaimana aku diam-diam menyediakan waktu luang untuk merindukanmu.
Rasanya menyakitkan seperti perih tapi tidak berdarah. Ya, itulah aku, perempuan yang tidak memiliki batas apapun dalam menyayangimu. Bahkan rela mengobati luka jarimu meskipun kedua tanganku sendiri terluka.

Mungkin aku bisa merampasmu dari wanita itu atau wanita sebelumnya.
Namun sungguh aku tidak akan mengambilmu dari tangan seseorang yang mungkin doa-doanya lebih ikhlas dari doa-doaku. Sebab aku lebih baik hancur daripada jadi penghancur.
Aku ingin hanya menjadi satu-satunya. Bukan salah satunya.
Aku hanya menyambut yang ingin datang dan melepaskan siapapun yang memang ingin pergi.
Hidup toh hanyalah ruang kosong.
Terima kasih untuk yang sudi mengisi.
Kuucapkan hati-hati untuk yang memilih pergi.
Tidak rumit, tidak sakit. 
Sebab ya, cara kerja melupakan selalu menyebalkan dan aku tak ingin. 

Jadi putuskanlah.

----






Komentar

Postingan populer dari blog ini

doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda...

....Aku dekat..Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS.Al Baqarah :186) Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kita harus repot berdoa dan dalam doa itu kita menjelaskan pada Tuhan apa yang kita mau? Bukankah Tuhan Mahatahu? Seharusnya aktivitas berdoa itu tidak perlu ada, karena tanpa kita berdoa meminta sesuatu, Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan. Sesederhana itu kan?  Seorang sahabat yang pernah saya ajak diskusi mengenai hal ini menertawakan dan mengatakan saya mungkin sudah gila karena telah mempertanyakan doa. Menurutnya mempertanyakan doa sama dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Saya mau jadi atheis, begitu tuduhnya. Seolah tak ingin saya jadi ‘tersesat’ sahabat saya itu lantas menjelaskan, doa itu cara manusia ‘bermesraan’ dengan Tuhannya. Sekaligus aktivitas yang mengingatkan manusia bahwa dia hanyalah hamba yang penuh kelemahan dan kepada Tuhan kemudian dia meminta kekuatan. Tapi ‘penasaran’ saya tentang doa tak juga...

Hidup yang mengalir saja, tanpa target manis-manis ini ternyata juga bisa menyenangkan. Tujuannya bukan lagi bahagia atau tidak bahagia. Namun bertahan sekuat-kuatnya, setenang-tenangnya.

Di setiap kehilangan aku selalu belajar hal baru.  Tentang kembali berdamai dengan hati yang patah, mencoba memaafkan  meski tetap tidak mudah dan kembali ikhlas. Poin terakhir mungkin yang paling sulit di antaranya. Bisa jadi kau memaafkannya tapi pikiranmu tidak akan bisa melupakannnya. Itu kenapa orang ikhlas berjarak sangat dekat Tuhannya yang bahkan setan saja tidak berani menggoda. Kalau Nadin Amizah merayakan perpisahan dengan sorai karena pernah bertemu.  Aku sebaliknya.  Aku memilih tidak perlu kembali menyapa bahkan untuk sekedar berbasa-basi. Tidak perlu menangisi orang yang memang ingin pergi. Tapi di kehilangan kali ini berbeda.  Aku menerima kekalahan ini dengan rasa lapang, tanpa perlu menyalahkan siapapun.  Apabila rasa sakit itu terasa, biar diri sendiri saja yang menanggungnya.  Karena sejak awal kita sendiri yang memilih arahnya, jadi kita harus siap dengan segala kondisinya. Biarkan bagian-bagian menyakitkan itu menjadi tanggungjawa...

Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan. Belajar menikmati patah setiap kali aku meletakkan harap yang besar kepada manusia, agar isi kepala tidak terlalu berisik dan semua rasa sakit mereda.

Semakin dewasa keinginan menjadi lebih sederhana nggak sih? Kalau aku ditanya perihal apa yang paling aku inginkan saat ini maka akan kujawab, aku ingin melanjutkan hidup dengan segala syukur atas apa yang telah Allah titipkan kepadaku hingga saat ini. Tidak lagi muluk. Cukup saja juga tak apa. Memiliki pekerjaan, tubuh yang sehat dan tidak berpenyakit.  Tabungan yang belum terlalu banyak namun cukup untuk mewujudkan banyak kesukaan.  Masih memiliki Ibu yang doanya paling makbul dan keluarga yang selalu ada.   Aku berusaha tidak lagi membandingkan hidupku dengan orang lain serta apa-apa yang belum kumiliki. Aku menerima semua kesedihan dan kebahagiaan yang Allah takdirkan untuk hidupku.  Lebih banyak minta dikuatkan daripada dimudahkan. Tak berhitung lagi soal berapa kali menang atau kalah.  Semua aku terima dengan bahagia dan hati yang lapang.  Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan.  Belajar menikmati patah setiap kali aku ...