Langsung ke konten utama

Badai dan godaan itu akan selalu ada tapi dia juga akan berlalu. Menikah itu ibadah terpanjang ...

Mengapa menikah kalau akhirnya bercerai?
Mengapa cinta yang menggebu di awal mendadak bisa hilang dan berubah menjadi kebencian?
Mengapa ada orang yang sudah diberikan pasangan yang sholeh/sholehah juga anak-anak yang lucu dan pintar justru memilih mengakhiri dengan alasan sudah tidak satu visi dan misi?Kok menikah?
 

Dan berbagai macam pertanyaan lainnya mulai berkelebat di otakku?Perceraian adalah hal asing bagiku, selain karena belum menikah. Tapi karena hal itu memang tidak biasa terjadi dikeluargaku. Kalau,menikah ya harus satu kali seumur hidup dan sampai mati. Bahkan ibu dan nenekku juga tante atau om-ku yang ditinggal meninggal pasangannya memilih menduda atau menjanda hingga akhir hayat mereka. Jadi prinsip itulah yang tetap terjaga buat aku, dan generasi mudanya di keluargaku. Setelah menikah, komitmen selamanya harus tetap dijaga dalam kondisi apapun. Suka atau duka, marahan atau akur, sakit atau sehat, gemuk atau kurus, kaya atau miskin, punya anak atau tidak punya anak.


Aku masih ingat dulu, almarhum bapak pernah bilang “Menikah itu dimulai dari ijab qabul hingga selamanya sampai tutup usia. Keduanya sama-sama harus berjuang, bagaimana pernikahan itu tetap indah sesulit apapun kondisinya. Tidak bisa selalu seimbang, kalau kali ini dia sudah ambil 70 yang kamunya ngalah dengan cuma 30. Nanti lain waktu kamu mau 80 berarti pasanganmu harus legowo menerima hanya 20. Tidak bisa seimbang.Kalau kalian berdua paham tentang ini bapak jamin pernikahanmu akan langgeng. Badai dan godaan itu akan selalu ada tapi dia juga akan berlalu. Menikah itu ibadah seumur hidup.” 

Ucapan bapak kala itu sepertinya related dan bisa jadi resep langgengnya sebuah pernikahan yanghingga saat ini masih berjuang untuk tetap satu.

Seorang teman pun pernah bertanya, apa yang membuatmu  akhirnya memutuskan menikah dengan dia? Hmm.. agak susah nih dijawab. Kalau mau jawaban klise yah karena dia jawaban dari istikharahku. Atau yang karena sudah jodoh saja.

Temanku malah tertawa saat itu, katanya aku terlalu naif. Bagaimana aku tau kalau dia jawabannya. Kalau dia justru ujiannya bagaimana?
“Ya gapapa, bukannya hidup di dunia ini memang harus diuji.” Jawabku diplomatis.
Dan kami tertawa berdua.
 
Kalau kalian?
Oh… Menikah karena karena takut dibilang nggak laku.
Trus apalagi?
Oh… Menikah  agar tidak dilangkahi adik yang akan menikah.
Kemudian?
Lho kan semua orang menikah, jadi kita juga menikah. Biar sama kayak lainnya.
Lanjut?
Menikah juga bisa membuat nafsu jadi tersalurkan, daripada zina. Dan biar bisa punya anak yang akan mengurus kita di hari tua.
 
Dan mungkin masih banyak lagi alasan yang mendasari kalian menikah. Tidak ada yang salah, bahkan bisa jadi betul semua. Karena masing-masing juga punya cara bagaimana akan menjalaninya. Resiko juga ya ditanggung masing- masing.
 
Tapi perceraian menurutku tidak selamanya keliru, kadang perceraian adalah solusi terbaik daripada terus saling menyakiti.  Masing-masing boleh punya alasan, ada yang karena masalah ekonomi, hasrat tidak terpenuhi, ideologi yang tak lagi sejalan, atau karena sepele seperti salah paham dan keegoisan. 
Itulah kenapa makin kesini aku makin sadar, menikah bukan lagi perkara sepele.

Semua orang bisa menikah, tapi tidak semua mampu mempertahankannya. Perceraian kini bisa terjadi pada rumah tangga yang sudah terjadi belasan tahun. Sepertinya memang serumit itu ya pernikahan. Sabar saja tidak cukup. Materi berlimpah juga bukan jaminan. Ganteng dan cantik apalagi. Banyak hal yang benar-benar dipikirkan. 

Visi dan Misi dari awal harus sudah tuntas dibicarakan, kalau mungkin nanti ada banyak perubahan di tengah perjalanan sudah tahu solusinya apa. Jangan sampai  seperti membeli kucing dalam karung. Apalagi manusia adalah mahluk dinamis yang pasti bisa berubah, entah jadi lebih baik atau lebih buruk. Itulah kenapa ilmu itu penting, tidak hanya ilmu dunia tapi juga agama. Balance lah Bahasa kerennya.  Toh di antara yang gagal, yang berhasil dan tetap langgeng sampai sekarang juga masih ada.

Tidak perlu takut menikah (Aku nggak takut cuma belum yakin aja, red)
Menikah juga bukan ajang perlombaan, bukan juga cepat-cepatan tapi lama-lamaan.
Menikah ada ibadah seumur hidup, cari partner yang bisa diajak bekerjasama. Bukan hanya semata-mata.

 
 
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda...

....Aku dekat..Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS.Al Baqarah :186) Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kita harus repot berdoa dan dalam doa itu kita menjelaskan pada Tuhan apa yang kita mau? Bukankah Tuhan Mahatahu? Seharusnya aktivitas berdoa itu tidak perlu ada, karena tanpa kita berdoa meminta sesuatu, Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan. Sesederhana itu kan?  Seorang sahabat yang pernah saya ajak diskusi mengenai hal ini menertawakan dan mengatakan saya mungkin sudah gila karena telah mempertanyakan doa. Menurutnya mempertanyakan doa sama dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Saya mau jadi atheis, begitu tuduhnya. Seolah tak ingin saya jadi ‘tersesat’ sahabat saya itu lantas menjelaskan, doa itu cara manusia ‘bermesraan’ dengan Tuhannya. Sekaligus aktivitas yang mengingatkan manusia bahwa dia hanyalah hamba yang penuh kelemahan dan kepada Tuhan kemudian dia meminta kekuatan. Tapi ‘penasaran’ saya tentang doa tak juga...

Hidup yang mengalir saja, tanpa target manis-manis ini ternyata juga bisa menyenangkan. Tujuannya bukan lagi bahagia atau tidak bahagia. Namun bertahan sekuat-kuatnya, setenang-tenangnya.

Di setiap kehilangan aku selalu belajar hal baru.  Tentang kembali berdamai dengan hati yang patah, mencoba memaafkan  meski tetap tidak mudah dan kembali ikhlas. Poin terakhir mungkin yang paling sulit di antaranya. Bisa jadi kau memaafkannya tapi pikiranmu tidak akan bisa melupakannnya. Itu kenapa orang ikhlas berjarak sangat dekat Tuhannya yang bahkan setan saja tidak berani menggoda. Kalau Nadin Amizah merayakan perpisahan dengan sorai karena pernah bertemu.  Aku sebaliknya.  Aku memilih tidak perlu kembali menyapa bahkan untuk sekedar berbasa-basi. Tidak perlu menangisi orang yang memang ingin pergi. Tapi di kehilangan kali ini berbeda.  Aku menerima kekalahan ini dengan rasa lapang, tanpa perlu menyalahkan siapapun.  Apabila rasa sakit itu terasa, biar diri sendiri saja yang menanggungnya.  Karena sejak awal kita sendiri yang memilih arahnya, jadi kita harus siap dengan segala kondisinya. Biarkan bagian-bagian menyakitkan itu menjadi tanggungjawa...

Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan. Belajar menikmati patah setiap kali aku meletakkan harap yang besar kepada manusia, agar isi kepala tidak terlalu berisik dan semua rasa sakit mereda.

Semakin dewasa keinginan menjadi lebih sederhana nggak sih? Kalau aku ditanya perihal apa yang paling aku inginkan saat ini maka akan kujawab, aku ingin melanjutkan hidup dengan segala syukur atas apa yang telah Allah titipkan kepadaku hingga saat ini. Tidak lagi muluk. Cukup saja juga tak apa. Memiliki pekerjaan, tubuh yang sehat dan tidak berpenyakit.  Tabungan yang belum terlalu banyak namun cukup untuk mewujudkan banyak kesukaan.  Masih memiliki Ibu yang doanya paling makbul dan keluarga yang selalu ada.   Aku berusaha tidak lagi membandingkan hidupku dengan orang lain serta apa-apa yang belum kumiliki. Aku menerima semua kesedihan dan kebahagiaan yang Allah takdirkan untuk hidupku.  Lebih banyak minta dikuatkan daripada dimudahkan. Tak berhitung lagi soal berapa kali menang atau kalah.  Semua aku terima dengan bahagia dan hati yang lapang.  Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan.  Belajar menikmati patah setiap kali aku ...