Langsung ke konten utama

Aku pamit untuk kita yang telah tiba pada tangan yang tak akan bisa saling menggenggam.

Hari ini aku menemukan satu filosofi stoic menarik dari Marcus Aurelius, katanya"Jadilah seperti alam yang tidak pernah terburu-buru, namun semuanya dicapai dengan sempurna". Contohnya matahari dari timur ke barat terbit dan tenggelam sesuai ritmenya tak pernah terburu-buru dan semuanya tercapai karena mengetahui pola yang harus dijalankan Berdamailah dengan kehidupan, jangan stres untuk hal yang tidak kamu raih. Hampir tidak ada materi yang dibutuhkan untuk hidup bahagia, bagi dia yang telah memahami keberadaan

Tuhan memang selalu baik ya? Tahu saja bagaimana membuat aku lebih mudah menghadapi semua kekecewaan ini. Jadi sudah cukup! Takkan ada lagi hati yang bisa kau kecewakan dengan pengabaian.  Sudah takkan lagi ada sabar yang bisa kau habiskan tak bersisa dan sia-sia. Kini kan kumulai hidup baru setelah lima tahun tergantung pada masa depan bersamamu yang tak pernah jelas adanya.

Katanya, cara terbaik melupakan adalah dengan tidak melupakannya sama sekali. Aku hanya perlu menerima bahwa takkan lagi ada halaman cerita denganmu di lembar-lembar berikutnya. Bertemu denganmu, sama sekali tidak pernah terlintas dalam hidupku. Tiba-tiba semesta menghadirkanmu, menumbuhkan rasa dihatiku hingga begitu suburnya. Membuat kita, terutama aku mengalahkan nurani dengan terlalu menikmatinya sampai akhirnya semesta meminta kita untuk melepaskan semuanya.

Terkadang pikiranku masih mengingatmu, merindukan berbagai moment bahagia saat bersamanya dan sesekali bermimpi tentangmu. Kuanggap itu semua sengaja disediakan semesta menjadi bagian festival penderitaan yang pada akhirnya nanti akan kututup dengan belajar menerima kemudian berdamai dengan semuanya.

 Kini mari menjadi asing bagi satu sama lain, apabila semesta bercanda kembali mempertemukan, kumohon tak perlu repot menyapaku. Dan aku juga takkan menyapamu.

Aku tak akan lagi menunggu seseorang karena ia telah menemukan dunia yang ternyata bukan aku. Setelah ini kupastikan tidak ada lagi tangis di malam hari yang harus ditahan hingga membuat sesak di dada. Tak perlu juga meragu, mendadak kembali kemudian pada akhirnya tetap pergi. Bertanggungjawablah dengan apa yang sudah kita pilih dan belajarlah untuk menjaganya dengan baik.

Aku pamit untuk kita yang telah tiba pada tangan yang tak akan bisa saling menggenggam.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

doa itu adalah benda, yaitu gelombang energi quantum yang disebut pikiran dan perasaan dan keduanya merupakan kata benda...

....Aku dekat..Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS.Al Baqarah :186) Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kita harus repot berdoa dan dalam doa itu kita menjelaskan pada Tuhan apa yang kita mau? Bukankah Tuhan Mahatahu? Seharusnya aktivitas berdoa itu tidak perlu ada, karena tanpa kita berdoa meminta sesuatu, Tuhan sudah tahu apa yang kita inginkan. Sesederhana itu kan?  Seorang sahabat yang pernah saya ajak diskusi mengenai hal ini menertawakan dan mengatakan saya mungkin sudah gila karena telah mempertanyakan doa. Menurutnya mempertanyakan doa sama dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Saya mau jadi atheis, begitu tuduhnya. Seolah tak ingin saya jadi ‘tersesat’ sahabat saya itu lantas menjelaskan, doa itu cara manusia ‘bermesraan’ dengan Tuhannya. Sekaligus aktivitas yang mengingatkan manusia bahwa dia hanyalah hamba yang penuh kelemahan dan kepada Tuhan kemudian dia meminta kekuatan. Tapi ‘penasaran’ saya tentang doa tak juga...

Hidup yang mengalir saja, tanpa target manis-manis ini ternyata juga bisa menyenangkan. Tujuannya bukan lagi bahagia atau tidak bahagia. Namun bertahan sekuat-kuatnya, setenang-tenangnya.

Di setiap kehilangan aku selalu belajar hal baru.  Tentang kembali berdamai dengan hati yang patah, mencoba memaafkan  meski tetap tidak mudah dan kembali ikhlas. Poin terakhir mungkin yang paling sulit di antaranya. Bisa jadi kau memaafkannya tapi pikiranmu tidak akan bisa melupakannnya. Itu kenapa orang ikhlas berjarak sangat dekat Tuhannya yang bahkan setan saja tidak berani menggoda. Kalau Nadin Amizah merayakan perpisahan dengan sorai karena pernah bertemu.  Aku sebaliknya.  Aku memilih tidak perlu kembali menyapa bahkan untuk sekedar berbasa-basi. Tidak perlu menangisi orang yang memang ingin pergi. Tapi di kehilangan kali ini berbeda.  Aku menerima kekalahan ini dengan rasa lapang, tanpa perlu menyalahkan siapapun.  Apabila rasa sakit itu terasa, biar diri sendiri saja yang menanggungnya.  Karena sejak awal kita sendiri yang memilih arahnya, jadi kita harus siap dengan segala kondisinya. Biarkan bagian-bagian menyakitkan itu menjadi tanggungjawa...

Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan. Belajar menikmati patah setiap kali aku meletakkan harap yang besar kepada manusia, agar isi kepala tidak terlalu berisik dan semua rasa sakit mereda.

Semakin dewasa keinginan menjadi lebih sederhana nggak sih? Kalau aku ditanya perihal apa yang paling aku inginkan saat ini maka akan kujawab, aku ingin melanjutkan hidup dengan segala syukur atas apa yang telah Allah titipkan kepadaku hingga saat ini. Tidak lagi muluk. Cukup saja juga tak apa. Memiliki pekerjaan, tubuh yang sehat dan tidak berpenyakit.  Tabungan yang belum terlalu banyak namun cukup untuk mewujudkan banyak kesukaan.  Masih memiliki Ibu yang doanya paling makbul dan keluarga yang selalu ada.   Aku berusaha tidak lagi membandingkan hidupku dengan orang lain serta apa-apa yang belum kumiliki. Aku menerima semua kesedihan dan kebahagiaan yang Allah takdirkan untuk hidupku.  Lebih banyak minta dikuatkan daripada dimudahkan. Tak berhitung lagi soal berapa kali menang atau kalah.  Semua aku terima dengan bahagia dan hati yang lapang.  Setiap waktu kuupayakan selalu dipenuhi banyak kebaikan.  Belajar menikmati patah setiap kali aku ...